top of page
Search

Kamar Ngawangga - ;06

  • haloayukp
  • Jun 17, 2021
  • 2 min read



Salah

Kepada keengganan yang begitu kuat digenggam

Demi sebuah kemantapan yang kiranya pantas menjadi pegangan

Ada masanya ditinggalkan jauh di belakang

Hari ini nampaknya ia mulai tenang, malas sekali rasanya memegang telepon genggam karena ia tahu dari situ lah masalahnya

Duduk diam di sofa coklat balkon rumahnya menengadah ke arah langit malam sehabis hujan di Bandung

Serius sekali ia menghisap rokok mint hasil keliru membeli di warung ujung jalan

“Wanita, apakah iya punya logika?” lamunnya

Karena nyatanya kasat mata dan kecap lidah tidak bisa digurui

Bukan ia yang putus asa duluan

Sang puan yang terpaksa enggan

Sampai saat terakhir ia mengetik pesannya minggu lalu, ia tidak mengerti dimana letak kesalahannya


Adaptasi

Ia ingat, ia masih punya beberapa pekerjaan yang belum selesai

Blue print yang diminta klien bahkan belum disentuhnya sama sekali, padahal tenggat waktunya tinggal dua hari lagi

Alasannya adalah rokoknya belum habis, yang di sela jari pun yang di dalam bungkus..

..tidak tidak, bukan itu tentunya

Ia sedang memikirkan tenggat waktu yang lain, yang baginya saat ini lebih penting

yaitu

Berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk sebuah tunggu?

Teori apa yang setidaknya tepat digunakan untuk sebuah toleransi?

Baginya ia masih kuat dan pantas untuk meracik sebuah pulang


Anteng

Baiklah, malam ini malamnya.”

Sekitar pukul 1.23 dini hari, ia memutuskan untuk kembali ke dalam kamar, menutup jendela, dan berganti baju

Dengan percaya diri ia nyalakan lagi telepon genggam warna hitam miliknya, ia buka semua notifikasi yang muncul

Dimulai dengan membaca pesan dari salah satu kliennya yang memberikan begitu banyak list revisi, sampai dengan pesan dari sang ibunda yang meminta tolong dibelikan kuota internet

Ada satu kolom yang ia lewati, yang biasanya betah sekali ia pandangi

Ia hanya tersenyum simpul

“Manis, ya.” batinnya

namun cukup

Lebih baik memenuhi isi kepala dengan yang jelas muaranya

Telapak tangannya kembali ia tempatkan dengan lincah di atas tetikus, dan malam rasanya tepat untuk bekerja

Matanya tajam menatap ujung ke ujung layar komputer

Maaf ia sedang sibuk


Berbalik

Selesai dari pekerjaan akhir pekannya, ia memutuskan untuk pulang lebih cepat

Biasanya ia tidak pulang di akhir pekan, pergi bertemu siapa saja lah, menyoal tidur masalah gampang

Mobilnya sudah seperti rumah kedua yang segala benda bisa ditemukan di sana

Ditemani oleh siaran radio kesukaannya

Klasik..

Tak disengaja sang penyiar memutarkan lagu yang sangat mengganggu telinganya

Kaca mobil serasa buram, raut wajah tak kalah muram

yang berdengung di kepala justru suara sang puan

Terdengar menggerutu manis mengenai harinya yang cukup menyebalkan

Ah masih jelas sekali.”

Bermain di drama pikirannya yang harus segera ia tinggalkan dan kembali ke kenyataan

Seharusnya berbalik tanpa terbalik


Damai

Kemarin sudah cukup menyenangkan namun tidak kalah melelahkan

Angkuhnya sudah mulai keberatan

Bukan seperti ini seharusnya dua buah naluri yang sejalan

yang ada malah terlihat terpaksakan

Paling tepat adalah membiarkan

Tidak usah lagi menggubris banyaknya jumlah pekan

karena nampaknya tiada berarti seberapa lama waktu yang telah dihabiskan

Ia ingin bercinta tanpa sebuah ketakutan

Nyatanya sebuah keikhlasan yang saat ini paling dibutuhkan

Membiarkan tangan takdir yang mengambil peran

Bukankah seharusnya bahagia adalah rasa sebuah kasmaran?


Ngawangga Mahespati 2020

(bahkan kerelaan membutuhkan sebuah persetan)

 
 
 

Comments


bottom of page